Jumat, 08 Maret 2019
UPAYA DALAM PEMERINTAH REMISI KORUPSI (OPINI)
Dalam setiap akan menjelang Hari Raya Idul Fitri pasti akan muncul pertanyaan-pertanyaan yang dari wartawan kepada pejabat di Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia.Tetapi dari pemberian remisi dan dari pemotongan masa hokum untuk kepada koruptorakan selalu saja menarik yang akan di berikan dan di pastikan akan menimbulkan kontraversi. Tetapi dalam sejumlah media memberitakan narapidana 54.434 termasuk terpidana korupsi 2.000 yang akan menerima remisi lebaran dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.Dalam narapidana korupsi yang akan dikabarkan mendapatkan remisi. Dari beberapa korupsi lain juga akan menerima remisi meskipun akhirnya akan diralat dan masih dikatakan masih akan diusulkan. Mengapa dalam adanya pemberian remisi akan menjadi masa hukum kepada koruptor tetapi mengalami pengurangan atau pemotongan dari yang harus dijalani. Dari pelaku pidana, tetapi dalam pemberian remisi khusus narapidana koruptor menimbulkan pro dan kontrak dalam sejumlah kalangan dari koruptor. Dari mereka yang akan mendukung dan menyatakan bahwa dari semua narapidana termasuk koruptor yang berhak akan mendapatkan remisi. Namun didalam regulasi tersebut akan memberikan ketentuan bahwa prosedur dalam pemberian remisi dan pembahasan yang bersyarat akan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tetapi terpidana harus memenuhi syarat yang bersedia dalam bekerjasama dengan penegak hokum untuk membantu dalam membongkar perkara tindakan pidana yang akan dilakukan. Kami berkomitmen untuk membangun politik legislasi yang jelas, dalam dan pemberian korupsi, penegak Hak Asasi Manusia, pelindung lingkungan hidup dan reformasi penegak hukum. Pada saat KPK, kejaksaan, kepolisian memproses pelaku korupsi hingga pengadilan dan hakim menghukum pelaku, justru yang terjadi dalam mentri hokum dan Hah Asasi Manusia terkesan bejuang agar koruptor tidak dibebaskan dari penjara ataupun tidak mengurangi hukumannya karena itu salahnya sendiri. Maka dalam pemberian remisi ataupun untuk melonggarkan syarat pemberian remisi untuk terpidana koruptor sebaiknya dibatalkan. Kesemuanya hanya akan menguntungkan koruptor, mengurangi efek jera terhadap pelaku dan sekaligus merusak kredibilitas pemerintah dimata masyarakat. Mereka yang mendukung menyatakan bahwa semua narapidana termasuk koruptor berhak mendapatkan remisi. Sedangkan pihak yang menolak menyatakan bahwa koruptor tidak perlu mendapat remisi karena tindakannya telah membuat rakyat sengsara. Jika rencana untuk melonggarkan syarat pemberian remisi untuk koruptor direalisasikan maka dapat dikatakan sebagai langkah mundur pemerintah dalam upaya memerangi praktek korupsi. Rencana ini juga akan berbeda dengan pidato yang pernah disampaikan Jokowi saat kampanye calon Presiden maupun dalam program Nawa Cita yang menjadi pedoman pemerintahan Jokowi. Dalam salah satu program Nawa Cita Jokowi secara tegas menyebutkan "Kami berkomitmen untuk membangun politik legislasi yang jelas, terbuka dan berpihak pada pemberantasan korupsi, penegakan HAM, perlindungan lingkungan hidup dan reformasi penegak hukum". Dengan ketentuan diatas setidaknya dapat diartikan bahwa proses penyusunan perundang-undangan (termasuk dalam revisi aturan soal remisi) selain terbuka juga harus berpihak kepada upaya pemberantasan korupsi. Pada sisi lain pelonggaran pemberian remisi untuk koruptor berpotensi membuka peluang terjadinya korupsi untuk mendapatkan remisi. Pelonggaran pemberian remisi berpotensi menghapus sejumlah syarat pemberian remisi yang dinilai ketat sebagaimana diatur dalam PP 99 Tahun 2012 seperti bersedia bekerjasama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya (justice collaborator) dan telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan.
Nama:Melsandy Rosania
Kelas:XI-IIS 1
No :23
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar